Pages

Pintu Gerbang Kota Banjarmasin

Pintu Gerbang Kota Banjarmasin yang berada di KM.6 A. Yani

Pangeran Samudra

Pangeran Samudra yang sekarang kita kenal sebagai Pahlawan yang bernama Sultan Suriansyah.

Sejarah Kota Banjarmasin

Peristiwa sejarah yang patut kita ketahui untuk warga Banjar

Diary Defresiku

Tempat aku mencurahkan segala isi hati, cerita, inspirasi, dan motivasi.

Objek Wisata Pulau Kambang

Menceritakan tentang asal-usul pulau kambang dari kisah-kisah urang bahari

Saturday 23 November 2013

Misteri di Balik Senja Kuning, Kisah Musyawarah Para Hantu.

Misteri di Balik Senja Kuning, Kisah Musyawarah Para Hantu.

Matahari sebentar lagi akan tenggelam. Namun cahayanya masih juga memancar dari balik pohon-pohon galam. Kuning bersinar bagaikan sorotan cahaya emas murni memberi warna pada kedatangan senja ketika itu.Kedua adikku, Aminah dan Galuh waktu itu masih asyik bermain saman-samanan di halaman.  Tiba-tiba ibu berseru dari depan pintu.“He, Minah, Galuh lekas naik kerumah.  Ini senja kuning. “Sebentar bu,”sahut Aminah. “Saya kepingin membuat sebuah rumah lagi nanti saya menang.“E, apa ?“ kata ibu pula. “Ini senja kuning, tidak baik berada di luar rumah.  Kalau tidak boleh bermain di luar rumah pada saat seperti ini.  Ayo cepat masuk ke rumah.”
Kedua gadis kecil yang manis-manis itu nampak kecewa. Galuh menjangkau undasnya yang masih tergolek di lingkaran petak saman-samanan dan kemudian melemparnya ke selokan.
“Oh, senja kuning,“ gumamnya tak mengerti. Mengapa kami mesti dilarang bermain di halaman, padahal beduk magrib belum berbunyi Ma,“ protes Aminah pula sambil beriring mereka masuk ke dalam rumah.
“Nanti setelah kita sembahyang magrib akan kuceritakan mengapa pada waktu senja kuning anak-anak dilarang bermain-main di luar rumah,“ komentar ibu pula.
“Setelah selesai sembahyang magrib, dan ibu telah pula melepaskan telekungnya, Galuh tiba-tiba saja berkata lagi. “Ma tadi berjanji menceritakan senja kuning. Nih, kita kan sudah usai sembahyang.”
“Ya, ayolah Ma mulai ceritanya,“ ujar si Aminah mendukung kehendak adiknya. Ibu hanya tersenyum sebentar. Dipandanginya wajah kami satu persatu, lalu dengan penuh kasih sayang kami diciuminya satu persatu.“Baiklah“ ujar ibu kemudian. “Kalau memang belum tahu mengapa ibu melarang kalian bermain-main di luar rumah jika waktu senja kuning.  Sebenarnya bukan ibu saja yang berbuat begitu.  Semua orang di kampung ini melarang anak-anaknya bermain di luar rumah di kala senja kuning seperti tadi.  Itu begini ceritanya.  Menurut penuturan nenekmu dahulu,“ kata ibu memulai kisahnya.
Pada suatu malam di suatu pulau yang terpencil dan tidak pernah dikunjungi orang, diadakan suatu pahadring (musyawarah) oleh hantu-hantu jahat. Mereka itu antara lain Hantu Beranak. Hantu Beranak itu tujuh bersaudara, semuanya cantik-cantik. Rambutnya hitam, ikal dan panjang serta selalu tergerai pula. Kalau tertawa nampak giginya yang putih dan suara ketawanya menyerupai ringkikan kuda, seram bagi yang mendengarnya. Hantu Kisut. Hantu ini tidak bisa berjalan, hanya mengisut saja. Ia selalu membawa talam emas. Sedangkan badannya penuh kudis sehingga  nampak mengerikan. Hantu Suluh, dinamakan demikian karena ia selalu membawa suluh jika keluar malam mencari mangsa. Hantu Garunggang Belakang, hantu ini wajahnya sangat cantik, tetapi belakangnya berlubang. Hantu Sangkala, wajahnya merah. Matanya laksana bara api yang mau melumatkan apa saja. Hantu Kuyang, yaitu hantu perempuan yang terbang malam-malam mencari korbannya. Makanannya darah manusia. Jika kuyang itu terbang badannya ditinggalnya di rumah.  Jadi yang terbang itu hanya kepala dan isi perutnya saja. Marabiaban, hantu ini badannya berbulu seperti gorilla dan taringnya mencuat keluar, seakan-akan siap menerkam dan mengunyah siapa saja yang dianggap cocok untuk dimangsa. Hantu Pulasit, yaitu sejenis hantu perempuan yang suka membuat kaum perempuan kesurupan. Hantu Panjadian, yakni hantu yang berasal dari manusia jahil selama hidupnya. Kemudian hadir juga dalam pahadring itu Anak Sima. Hantu yang ini berbentuk bayi.  Badannya montok dan sangat menarik perhatian bagi yang melihatnya. Sementara itu di balik sebatang bambu besar duduk diam hantu Agaman.  Hantu yang satu ini punya hobi menakut-nakuti orang yang suka keluyuran malam, yaitu dengan cara menggoyang pohon-pohonan atau semak-semak. Di sebelah Hantu Agaman terlihat Setan Gundul sedang asyik menghitung kepingan-kepingan uang emas. Hantu yang satu ini memang termasuk bilangan hantu yang kaya raya. “Nah, Saudara-Saudara, saya kira semua undangan sudah berhadir, kecuali yangmemang tidak mau hadir,“ tiba-tiba Sang Marabiaban berseru lantang. Sebagai hantu yang punya inisiatif untuk mengumpulkan para hantu di tempat ini saya berterima kasih atas kehadiran Saudara-Saudara. Saya kebetulan ingin memusyawarahkan sesuatu yang sangat penting dan mungkin sangat berguna bagi kelangsungan hidup kita bersama,“ ujarnya pula.
Para hantu yang hadir tertegun sejenak setelah mendengar ucapan Sang Marabiaban.“Kelangsungan hidup?  Apa maksud Anda dengan perkataan itu?“ Tiba-tiba Setan Gundul nyeletuk dari balik batang bambu sambil memasukkan pundi-pundi emasnya ke dalam kantong bajunya.“Siapa itu yang bicara tadi?” “Saya, Setan Gundul,” sambil ia maju ke depan dan duduk di batang pohon kayu bulan rebah. “O, Anda rupanya.  Baiklah, saya kira memang saya perlu menjelaskan tentang kelangsungan hidup yang saya maksudkan itu. ”kata Marabiaban pula dengan gaya diplomat kawakan.“Begini Saudara-Saudara. Selama ini saya mensinyalir adanya gejala perpecahan antara kita sesama warga hantu. Di lain pihak kesenjangan dengan manusia semakin melebar.  Saya tidak menghendaki hal itu berlangsung terus. Saya ingin agar kita hidup rukun terutama sesame kita berdasarkan asas pemerataan.”
“Bah!  Ini ide gila, tidak mungkin,“ ujar Setan Gundul setengah histeri. “Apa saya harus membagi hartaku yang ada di tujuh samudera kepada hantu-hantu berengsek dan kurapan yang semua hadir di sini.  Tidak!  Itu tidak boleh terjadi,” ucapnya pula dengan wajah cemberut.“Tenang sahabat,“ Hantu Baranak mulai angkat suara. “Siapa yang Anda maksudkan berengsek dan kurapan itu tadi, saya? Engkau kepala gundul yang loba dan tamak, aku sama sekali tidak kepingin pada harta kekayaanmu. Engkau boleh menghitung hartamu sampai mampus. Tapi jangan sok aksi di hadapanku. Aku punya kekuasaan, punya kesaktian, punya kemauan yang tak mungkin ditegah oleh siapa pun.  Dan aku punya kebebasan untuk mencari apa yang aku mau.  Hartamu bagiku tak ubahnya seperti setumpuk tai kucing busuk.”E, gadis cantik,“ seru Setan Gundul. “Jangan dulu emosi.  Saya cuma mau memperingatkan forum ini agar jangan sampai mengambil keputusan yang merugikan orang lain.”O, jadi Anda mau berlagak bersih? Kesiangan gundul. Sudah berapa manusia yang menjadi budakmu. Berapa laksa anak-anak yang telah kau jadikan teras istanamu. Apakah engkau sangka perbuatanmu itu luhur? Lalu kau banggakan dengan kata-kata jangan sampai merugikan orang lain.  Kau sendiri adalah penipu besar, penghisap darah yang paling licik.  Tak ada hantu yang selicik engkau di dunia perhantuan ini.  Kaulah satu-satunya.”
“Kurang ajar kau Hantu Baranak. Kau tidak tau diri.  Apakah kau juga mau berlagak bersih dari segala percikan dosa?  Kau sembunyikan anak orang, kau kotori kediaman manusia, kau aduk-aduk barang makanan mereka sehingga menjadi busuk, lalu engkau bertujuh tertawa terkekeh-kekeh melihat manusia kebingungan.  Apakan yang seperti ini luhur?  Kelakuanmu tak ubahnya seperti kelakukan sundal!”
“Stop! Ini sudah keterlaluan,” Tiba-tiba Garunggang Balakang bangkit dari duduknya.  Sambil menudingkan telunjuknya ke arah Setan Gundul ia berkata pula, “Kau menyinggung perasaanku. Tidak perlu kau menyindir seperti sikap seorang perempuan, karena yang sundal itu adalah aku, bukan Hantu Baranak. Semasa aku belum memasuki spesies hantu memang aku sundal. Banyak laki-laki yang telah mendapatkan pelayanan memuaskan dariku dan mereka telah memberiku uang. Itu demi kesenangan mereka. Bukankah itu sudah kau maklumi Gundul. Sebab itu tak perlu kau bangkitkan amarahku dengan sindiranmu yang konyol itu. “Ha,ha,ha,“ tiba-tiba terdengar suara tawa di bawah sebatang pohon kariwaya yang ada di forum pertemuan itu. Semua mata memandang ke arah datangnya suara tawa yang sama sekali tidak merdu itu.  Ternyata di sana duduk Hantu Kisut sambil memegang erat-erat talam emasnya. “Itu betul, betul sekali apa yang dikatakan oleh si Garunggang Balakang.  Sekarang juga ia masih menjadi sundal. Untuk apa hal itu harus diperdebatkan di sini.  Ini forum diskusi dan alamiah, eh ilmiah maksudku,” ujar si Kisut. “Dan kau juga menyinngung perasaanku Gundul. Yang kurapan dan kudisan di sini hanya aku, jadi jelas sekali kata-katamu tadi sengaja kau ucapkan untuk memojokkan diriku.  Walaupun aku kudisan dan kurapan, aku masih punya harga diri, tahu? Aku tidak terima.  Kau harus tarik kata-katmu itu, atau aku akan bertindak mengadukan hal ini kepada pihak yang berwajib.”
“Terserah, kamu mau apa ?“ jawab Setan Gundul ketus “Babi hutan,” tiba-tiba Hantu Garunggang Balakang bangkit kembali dari duduknya. “Diam-diam kau punya nyali menuduhku tetap menyundal. Kisut !  Untuk apa kau mencampuri urusanku.  Aku punya hak otonom mengatur rumah tanggaku.  Aku menjadi sundal demi perutku yang selalu minta diisi ini.  Dan engakau adalah hantu yang tamak, loba, ingin punya harta walaupun untuk itu engkau harus menderita seumur hidupmu. Kau kurapan dan kudisan. Sekarang makan olehmu talam emas yang bertatahkan intan berlian itu supaya kau puas.  Bukankah benda itu yang menyebabkan engkau begitu.”
“E, e, dasar sundal.  Sudah begitu jeleknya watakmu masih saja kau sempatkan mengumpatku.  Dasar bedebah kau ini, “sahut Hantu Kisut geram menahan amarah. “Sabar Saudara,” tiba-tiba Hantu Sangkala angkat bicara, “Seperti tadi sudah dikatakan oleh Tuan Marabiaban tentang maksud pertemuan ini adalah untuk mencari suatu sistem bagaimana agar seluruh warga kita dapat menikmati hidup karena adanya pemerataan yang betul-betul rata.” “Lagi-lagi pemerataan, “gerutu Setan Gundul. “Nah, itulah. Lebih baik jangan dahulu berdebat. Dengarkan baik-baik dahulu. Jangan kita salah paham. Kesalahpahaman bisa merusak hubungan harmonis yang sudah kita bina selama ini. Kita ingin hidup rukun, damai, ruhui rahayu bukan?”
“Cih ! Lagaknya seperti makhluk yang paling bijaksana,” sela Hantu Baranak sambil mencibirkan bibirnya ke arah Hantu Sangkala.“Apa yang kau ketahui tentang pemerataan, tentang ruhui rahayu?  Bah ! Dasar mukanya sudah merah, mau berlagak pahlawan perdamaian, rupanya.”Ah, tidak ! Aku cuma ingin mengingatkan kalian, semua hantu yang hadir di sini.”Mengingatkan ? Huh ! Apa engkau mengira hantu-hantu yang hadir di sini semua pikun, bodoh atau kau anggap mereka itu semuanya kunyuk yang tidak berguna ? Ataukah kau menganggap mereka berotak batu seperti otakmu?” Hantu Baranak nampaknya marah sekali kepada Sangkala. Suasana hening seketika, tetapi tiba-tiba terdengar suara yang agak merdu merayu di dekat pohon belimbing.  Ternyata yang bersuara itu adalah Hantu Sandah yang juga turut nyelonong masuk ke dalam forum diskusi. “Sungguh menarik, sungguh menarik ceramahmu itu Sangkala, tapi bagiku sama sekali tidak menarik. Yang menarik hatiku adalah sandiwaramu sebagai pelaku kebijaksanaan, padahal kau sama sekali tidak bermoral,“ ucap Hantu Sandah cepat merangsang si Hantu Sangkala.  Ia pun memalingkan wajahnya dan berkata :
“He, kau ikut-ikutan bicara maling laki orang.  Bibirmu yang merah itu jangan kau gunakan untuk membuat kekeruhan denganku di sini. Karena kecantikan yang kau miliki itu hanya pulasan belaka. Kemarin kutahu engkau kehabisan gincu, lalu kamu mencuri gincu buatan luar negeri di toko Cina, dan aku yakin yang merah di bibirmu sekarang adalah gincu yang kau curi kemarin. Dasar perempuan tidak tau diri, maunya dilihat cantik saja. Sandah, sekarang aku mau tanya sudah berapa laki orang yang kau rampas,  sudah berapa rumah tangga orang yang hancur akibat ulahmu?” “Diam!” bentak Hantu Sandah geram. Ini sudah melampaui batas penghinaan. Sudah berani mencampuri urusan saya, urusan pribadi saya. Anda mau sok bersih?  Apakah engkau lupa bahwa dalam dua minggu terakhir ini kamu sudah membunuh lima orang anak manusia,  Dua diantaranya kau cekik waktu mereka bermain-main di senja hari. Dan yang lainnya kau dorong sehingga anak itu jatuh terhempas dari atas pohon mengkudu. Sangkala, kamu adalah pembunuh sadis yang tidak ada gunanya.  Nanti kamu pasti akan menerima hukumanmu. Sangat setimpal hukuman itu. Nanti lehermu akan dipelintir ke belakang dan lidahmu akan terjulur ke luar. Kau pun tidak lagi mampu mengucapkan kata-kata,  tolong saya, tolong saya. Lalu haripun kiamat,  hukuman akan ditambah. Kakimu yang seperti kaki keledai itu akan digantung di dahan pohon balangkasua sementara itu api neraka akan membakar hangus kepalamu.”
“Sudah! Peduli amat.  Itu salah mereka sendiri,” ujar Sangkala. “Masa rumah saya dikencingi.”
“Ya, tetapi Anda cuma berani dengan anak-anak. Coba dengan Haji Tuhalus. Ayo mana nyalimu, mana kehibatan yang kau miliki. Kemarin, kemarin dulu kau mendorong cucunya, tetapi keburu ketahuan oleh Haji Tuhalus.  Ia hanya mengangkat tangan kemudian mengarahkan jarinya menunjuk mukamu yang jelek itu, kau sudah lari terbirit-birit sambil melolong-lolong kesakitan,“ dengan emosi Sandah mengejek Sangkala. “Diam!“ Tiba-tiba Sang Marabiaban yang dari tadi mendengarkan perdebatan itu bangkit dari duduknya sambil tangannya dihempaskan ke batang pohon kayu bulan rebah yang diduduki oleh beberapa hantu.  Kayu itu ambelas ke dalam tanah sedalam tujuh depa. Sementara hantu-hantu yang duduk di atasnya terpental ke atas dan ada yang tersangkut di cabang pohon kariwaya. Baru dengan susah payah ia dapat turun dari sana. “Cukup sudah penderitaan sial yang tak akan membuahkan apa-apa ini kalian lakukan,“ geram Marabiaban dengan sinar mata berapi-api. “Aku tahu kalian semua sok bersih, mau cuci tangan dari perbuatan jahil yang berkali-kali kalian lakukan.  Pendeknya kalian semua jahat.  Kalian semua jahil.”
“Tapi aku tidak,”  sekonyong-konyong Anak Sima nyeletuk. “Apa?  Kamu tidak jahat? Kamu tidak tahu diri hantu ingusan bedebah. Bukankah kamu diturunkan oleh orang jahat dan tidak bermoral. Ibu bapakmu tidak pernah nikah, lalu tiba-tiba kau lahir dan jadi hantu. Karena itu tidak aneh kalau kamu juga menjadi hantu yang amoral.  Kau pergi kesana kemari mencari ibumu. Kau tidak peduli waktu telah larut malam.  Kau takuti orang-orang desa yang tengah istirahat malam, karena sudah sangat lelah pada siang hari. Mereka membanting tulang mencari sesuap nasi bagi perutnya dan perut anak isterinya. Mereka ketakutan karena tangisan, tangisan iblis. “Itu kan rahasia pribadi saya, seharusnya Tuan Marabiaban tidak mengumumkannya di sini,“ ujar Anak Sima dengan wajah tersipu-sipu menahan rasa malu. “Ya, pribadi busuk.“ Seketika mata Sang Marabiaban berputar dan berhenti pada sesosok tubuh, tubuh Hantu Suluh.  “Kau juga Suluh, apa saja kerjamu malam-malam mendatangi anak-anak orang yang menangis. Sementara ikan para petani habis kau lahap. Kau juga tidak bersih Suluh.” “Hantu Suluh diam saja karena memaklumi kehebatan Sang Marabiaban. “Hantu Baranak, kau juga.”Ya Tuan Marabiaban ada apa dengan saya,” jawab si Sulung dari ketujuh bersaudara itu. Ia langsung berdiri dan berkacak pinggang. “Kau juga jahat,” ujar Marabiaban. “Tidak perlu engkau bersikap angkuh kepadaku.  Itu perlakuan aku merobek kulit mukamu yang putih mulus itu, lalu kujelaskan mengenai kejahatan yang pernah kau lakukan” Semua diam. Si Sulung kecut hatinya.  Lalu dengan wajah jengkel ia duduk kembali.  Hantu-hantu yang lain berdebar-debar hatinya menunggu kata-kata berikutnya dari Sang Marabiaban.  Semuanya pucat, takut segala kejahatan yang selama ini dibuatnya terbongkar. “Tidak ada yang bersih di sini.  Akupun tak pernah mengaku bersih,“ sambung Marabiaban lagi memecah keheningan dan ketegangan. “Semua sektor, jahat, jelek!  Coba sekarang angkat muka kalian semua dan hadapkan kepadaku bagi mereka dirinya bersih. Semua hantu saling berpandangan satu sama lain.  Ketegangan kembali mencekam.  Sunyi tak ada yan berkutik, tak ada yang berbisik.  Sementara malam sudah mendekati ujung.  Bulan telah penuh dan bertengger pada porosnya.  Memang sekarang ini tepat empat belas malam Jum’at.  Sebentar cahaya meremang karena seberkas awan hitam melindungi wajah bulan.  Ketegangan itu mengendor ketika Sang Marabiaban mulai membuka bicaranya lagi dengan dengan nada rendah. “Aku mengumpulkan kalian di sini bukan untuk berdebat.  Bukan untuk saling menuduh atau saling menyalahkan.  Kita semua hidup dalam alam kita sendiri.  Meskipun kalian hidup bebas di alam ini, tetapi kalian masih perlu diatur supaya jangan sewenang-wenang dalam bertindak.  Aturan itu perlu dibuat meski tanpa akte, supaya semua tahu hak dan kewajibannya.  Selama ini aku melihat kalian hidup tanpa aturan.  Maka sekarang akulah yang tampil membuat aturan permainan bagi kalian.  Segala aturan yang kubuat dan kusahkan nanti harus kalian taati.  Jika ada yang tidak mau tunduk, maka akan kucari dia sampai kuketahui dimana tempat persembunyiannya.  Walau untuk itu aku harus menjalani tujuh patala langit dan tujuh patala bumi.  Kemudian ia akan kuhukum dengan hukuman yang paling setimpal dengan kesalahannya.  Sebelum aturan itu kubuat dan kusahkan, silahkan kalau ada yang mau melakukan protes atas kebijaksanaanku ini.  Tunjukan kepadaku keberanian dan kesaktian kalian,” seru Marabiaban dengan penuh kesungguhan. Ketegangan merembes lagi dari celah-celah malam.  Semua hantu menunduk dan diam.  Tak ada terdengar suara, hening tapi tegang. “Kalau Tuan Marabiaban ingin mengatur kami, itu memang beralasan sekali.  Ide itu sangat bijaksana, aku setuju dan semua yang hadir di sini menurut anggapan saya setuju juga.  Mereka diam, diam artinya setuju,” ujar Hantu Kahakung yang rpanya hadir juga dalam pertemuan itu dengan nada sedikit menjilat. Tiba-tiga semua yang hadir berseru serempak, “Setuju!”
“Kalau demikian baiklah aku buat pemerataan dan aturan permainan bagi kita semua. Dengarkan baik-baik oleh kalian.  Yang pertama kita tidak boleh semena-mena kepada manusia, kecuali kalau mereka mengganggu kita.  Anak-anak yang kurang ajar berani merusak lingkungan hidup kita itulah dia mangsa kita.  Hutan belantara ini akulah yang menguasainya.  Dan kau Kisut, Hantu Penjadian silahkan bersembunyi di dalam hutan kekuasaanku.  Kedua jika hari senja, terutama di waktu senja kuning, aku perbolehkan kalian berburu dan silahkan mangsa anak-anak yang masih bermain di tanah.  Hanya dua itu saja, tetapi aku ingin agar kedua aturan ini benar-benar kalian patuhi.  Aturan-aturan lainnya akan kupikirkan, terutama aturan yang berhubungan dengan kita semua sesama makhluk halus.  Baiklah, sekarang kalian boleh bubar,“ Sang Marabiaban mengakhiri ucapannya.
Satu demi satu hantu meninggalkan tempat pertemuan. Dari jauh sayap-sayap terdengar azan subuh, hal ini memaksa para hantu untuk bergegas pergi dari tempat pahadring (musyawarah) itu dan segera menuju kediaman masing-masing.
“Itulah cerita nenekmu dahulu anak-anakku.  Mengapa anak-anak tidak boleh bermain di halaman kalau sedang turun senja kuning,” kata ibu mengakhiri ceritanya.
Aminah dan Galuh menyadari kini mengapa ibu menegahnya bermain di waktu senja di luar rumah.  Mereka pun yakin bahwa tegahan ibu semata-mata karena sayang.

Kumpulan Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Selatan UPT Taman Budaya Kalimantan Selatan, 2013.

Wednesday 20 November 2013

Wadai-wadai Khas dari Banua Banjar

Wadai Khas Banjar

Sekapur Sirih.

Kakawalan barataan, Alhamdulillah ulun masih di bari ijin sihat badan lawan ada waktu.
Nah, mumpung ulun lagi kadada gawian napa-napa, ulun handak mamadahi akan kuliner khas banjar, nang labih khusus lagi wadai-wadai (kue) khas Banjar. Kikira tatahu hajalah bubuhan sampiyan napang haja wadai-wadai khas banjar ngituh. Jadi manurut papadahan mama lawan acil-acil ulun.
Wadai Banjar ngituh ada 41 Macam, hen tiya banyak banar lako. Jadi, wadai-wadai ini biasa nya di sedia akan pas lagi ada saruan, lalu timbul ide ulun handak maulah judul posting Wadai Banjar.
Langsung haja amun kaya itu lah, kita ke KUA... hahahahaha bagaya an haja sanak ae. “Talalu” ujar sanak Salman ( sidin nginih kawan ulun matan di SMP, SMK, sampai wayah ngini ae ) Amun Handak bakawan lawan sidin di PISBUK klik haja nama sidin ngituh. Mumpung lagi bujangan hahahahahahahaha.

Wadai-wadai Banjar

Wadai Banjar ada 41 Macam, ini sudah menjadi peninggalan tradisi lama dari orang-orang jaman dahulu, sehingga memiliki nilai tradisional sebagai bagian dari warisan budaya orang Banjar.

Wadai-wadai  Banjar ini disajikan kepada para undangan (Banjar: Saruan) pada acara perkawinan yang biasanya diselenggarakan oleh keturunan bangsawan dan hartawan orang Banjar.

Selain pada acara perkawinan, juga diadakan pada acara kelahiran bayi pertama atau acara (basunatan) khitanan anak laki-laki dari keluarga keturunan hartawan, bahkan kadang ada pada acara batamat Al-Qur’an.(Biasanya kalau sang santri sudah membaca setengah dari isi Al-Qur’an yaitu juz 15 atau yang sudah sampai khatam/sampai selesai 30 juz)

Terdapat beberapa perbedaan jenis wadai pada Wadai-wadai Banjar ini, apabila dibandingkan dengan isi ancak urang bahari, yaitu sebagai berikut 41 Macam wadai khas Banjar (disusun secara alphabet) :


1.  Apam Habang
2.  Apam Putih
3.  Bubur Habang
4.  Bubur Putih
5.  Bubur Baayak
6.  Babungku
7.  Babalungan Halam
8.  Bingka
9.  Cingkaruk Habang
10. Cingkaruk Putih
11. Cincin
12. Cucur Habang
13. Cucur Putih
14. Cucur Kuning
15. Dodol Habang
16. Dodol Putih
17. Gagatas Habang
18. Gagatas Putih
19. Hintalu Karuang
20. Kakicak Habang
21. Kakicak Putih
22. Kakicak Gumbili
23. Kakulih Habang
24. Kakulih Putih
25. Kalalapun
26. Lakatan Putih Bahinti
27. Lakatan Kuning Bahintalu
28. Lamang
29. Lupis
30. Pupudak Baras
31. Pupudak Sagu
32. Papari
33. Putu Mayang
34. Roti Baras Habang
35. Roti Baras Putih
36. Roti Sagu
37. Surabi
38. Tapai Baras
39. Tapai Gumbili
40. Ular-ular
41. Wajik 

Diantara jumlah 41 macam wadai khas Banjar tersebut diatas, taerdapat satu macam makanan, yaitu “lamang” yang tidak termasuk wadai, namun makanan lamang dikelompokkan ke dalam kelompok wadai Banjar.

Acara selamatan dalam perhelatan perkawinan, kelahiran atau khitanan, biasanya ditambahkan lagi dengan sajian yang hanya dipajang oleh ahli bait atau tuan rumah, seperti :

1. Seperangkat panginangan yang lengkap berisi sirih, kapur, gambir, pinang dan tembakau
2. Rook daun nipah dan tembakaunya
3. Segelas kopi pahit, dan segelas susu
4. Pisang mahuli masak

Umumnya hanya  dari keluarga keturunan bangsawan dan hartawan saja yang melakukan hal ini.
Bagi keluarga Banjar yang bukan hartawan atau keluarga biasa maka dalam acara selamatan tersebut, jumlah wadai itu disederhanakan menjadi 7 macam saja, yang biasanya terdiri dari :

1. Nasi lakatan putih bahinti
2. Bubur habang
3. Bubur putih
4. Cincin
5. Cucur
6. Wajik
7. Pisang mahuli masak

Begitulah acara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, melaksanakan acara selamatan dengan suguhan wadai Banjar 41 Macam ini.

Dari sisi budaya, maka Wadai-wadai Banjar ini sudah seharusnyalah kita lestarikan agar jangan sampai punah.

Generasi muda masyarakat Banjar seyogiannya dapat menghayati dan mempelajari produk orang-orang kita dahulu yang telah mewariskan dengan suatu nilai yang tidak ada taranya.

Siapa tahu di antara pembaca bisa menjadikan wadai-wadai banjar itu menjadi Go Internasional suatu saat.
Insyaallah.



Pulau Kambang

Sekapur Sirih

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Alhamdulillah kakawalan Rama samunyaan, betamu pulang kita  di postingan rama, nangini ulun handak maulah posting tantang Pulau Kambang, Mudahan ae ada manfaatnya gasan sampiyan-sampiyan barataan. Postingan ini taulah, gara-gara inspirasi kawan ulun pang, si amang Rony nang bajalanan lawan bubuhan kakawanan nya di gawian, mungkin handak batamuan lawan padingsanakan amang rony di sana kalo hee ( Peace ) maksudnya kalo ae ada kaluarganya kah nang bajalanan di sana, atau tadapat binian nang bungas langkar kah. ( Hen... Jangan langsung bapikiran buruk lah ).

Jadi Singkat kata dari situ pang, timbul niat ulun handak maulah akan posting nang khusus gasan pulau kambang.   Jadi nang kaya ini postingan nya.

Pulau Kambang dan Warik Penghuninya

Objek Wisata Pulau Kembang, sebenarnya pulau ini termasuk dalam Wilayah Barito Kuala, tapi karena letaknya yang sangat dekat dengan Kota Banjarmasin.  akhirnya objek wisata ini menjadi daya tarik yang khas untuk wisatawan. Pulau Kambang adalah objek wisata yang sudah familiar dan jarang terlewatkan apabila orang mengunjungi pasar terapung. Selain tempatnya yang berada disekeliling sungai dan berbentuk pulau kecil juga sangat mudah untuk didatangi dan pada akhirnya objek wisata pulau kambang ini ditawarkan dalam satu paket dengan Pasar Terapung sehingga menjadi andalan kepariwisataan Kota Banjarmasin.

Di Pulau Kambang ini terdapat ratusan sampai ribuan warik (kera) yang selalu datang mendekat ke arah pengunjung, terlebih lagi jika mereka sedang lapar. Tidak jarang warik-warik itu merebut benda yang ada dipangkuan pengunjung. Jadi, tetap berhati-hatilah pada saat mengunjungi objek wisata ini. Ketertarikan orang pada Pulau Kambang ini ternyata berbeda-beda tujuannya. Ada yang memanfaatkan karena letaknya dekat pasar terapung dan sekaligus ingin melihat warik yang ada disana. Selain itu ada pula pengunjung yang punya niat atau nadzar tertentu, sehingga mereka harus datang ke pulau kambang. Mengapa yang datang tidak cuma bertujuan berwisata dan ada apa dibalik itu ?

Terjadinya Pulang Kambang

Dahulu di antero nusantara terdapat kerajaan-kerajaan, baik yang berskala besar maupun kecil. Di Banjarmasin tepatnya Muara Kuin berdiri sebuah Kerajaan. Dalam penuturan yang diterima masyarakat secara turun temurun diceriterakan pada kerajaan tersebut ada seorang patih yang sangat sakti, berani dan gagah perkasa bernama Datu Pujung.

Datu Pujung ini menjadi andalan dan merupakan benteng pertahanan terhadap orang-orang yang ingin mengusai atau berbuat jahat pada Kerajaan Kuin. Suatu ketika seperti yang dituturkan dalam cerita para orang tua dahulu datang sebuah kapal Inggeris dengan membawa penumpang atau awak kapal yang kebanyakan orang Cina. Mereka diketahui ingin tinggal dan menguasai kerajaan Kuin. Untuk melaksanakan niat mereka itu tentu saja harus berhadapan dengan Datu Pujung. Ketentuan dan persyaratan dari Datu Pujung kalau ingin mengusai kerajaan Kuin harus dapat melewati ujian yang ditetapkan, yaitu bisa membelah kayu besar tanpa alat atau senjata. Ternyata persyaratan dari Datu Pujung ini tidak dapat dipenuhi oleh mereka yang ingin menguasai kerajaan tesebut. Sebaliknya Datu Pujung memperlihatkan kesaktiannya dan dengan mudah membelah kayu besar itu tanpa alat. Datu Pujung membuktikan kepada orang-orang yang datang berkapal itu bahwa persyaratan yang diajukannya bukanlah omong kosong atau sesuatu yang mustahil.

Disebabkan para pendatang yang ada di dalam kapal Inggeris itu tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka oleh Datu Pujung diminta untuk membatalkan niat menguasai kerajaan Kuin dan agar kembali ke negeri asalnya Namun mereka bersikeras ingin tinggal menetap dan menguasai kerajaan Kuin sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena mereka tetap memaksakan kehendaknya, akhirnya Datu Pujung dengan kesaktiannya menenggelamkan kapal beserta seluruh penumpang yang ada didalamnya.

Setelah sekian lama, bangkai kapal yang ada dipermukaan air itu menghalangi setiap batang kayu yang hanyut. Dari hari ke hari semakin bertumpuk kayu-kayu yang tersangkut dan kemudian tumbuh pepohonan yang menjadi sebuah pulau di tengah sungai. Pada pulau yang ditumbuhi pepohonan ini telah pula dihinggapi oleh burung-burung dan bersarang disana.

Cerita tentang tenggelamnya kapal dengan para penumpangnya yang kebanyakan etnis Cina tersebut menyebar dari mulut ke mulut dan waktu ke waktu. Sehingga mereka yang berasal dari keturunan Cinapun banyak yang mengunjungi pulau tersebut untuk mengenang dan memberikan penghormatan terhadap jasad yang berkubur di situ. Jadilah pulau ini sebagai tempat penyampaian doa nadzar, terutama bagi mereka yang merasa memiliki ikatan batin atas keberadaan pulau itu. Dahulu setiap orang yang berkunjung ke sana membawa sejumlah untaian kambang (bunga), dan karena berlangsung sepanjang waktu terjadilah tumpukan kambang yang sangat banyak. Mereka yang melintasi pulau itu selalu melihat dan menyaksikan tumpukan kambang yang begitu banyak. Oleh karena selalu menarik perhatian bagi mereka yang melintasi tempat ini dan menjadi penanda, maka untuk menyebutnya diberi nama Pulau Kambang.

Lama kelamaan nama pulau kambang semakin dikenal dan ramai dikunjungi orang dengan niat dan tujuan yang berbeda-beda. Misalnya ada yang mengkeramatkannya atau sekadar ingin tahu keberadaan pulau kambang yang telah melegenda itu. Sekarang pun masih ditemui adanya kunjungan dari mereka yang punya hajat tertentu dan berbaur dengan para pengunjung atau para wisatawan lainnya setelah mengunjungi pasar terapung.

Keberadaan Warik Sebagai Penghuni Pulau Kambang

Bagaimana pula dengan Warik yang banyak di pulau kambang itu? Ternyata memang memiliki cerita tersendiri dan menjadikan pulau ini memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Dalam ceriteranya disebutkan salah satu keturunan raja di daerah Kuin tidak dikaruniai anak. Menurut ramalan ahli nujum kalau ingin punya anak harus berkunjung ke Pulau Kambang dengan mengadakan upacara badudus (mandi-mandi). Ramalan dan nasihat ahli nujum ini dipenuhi oleh kerabat kerajaan. Beberapa waktu setelah mengadakan upacara di Pulau Kambang itu, ternyata isteri dari keturunan raja dimaksud hamil. Begitu gembira dan bahagianya keluarga raja dengan kehadiran anak yang dinanti-nantikan, maka raja yang berkuasa memerintahkan petugas kerajaan untuk menjaga pulau tersebut agar tidak ada yang merusak atau mengganggunya.

Petugas kerajaan yang mendapat perintah menjaga pulau ini membawa dua ekor warik besar, jantan dan betina yang diberi nama si Anggur. Konon menurut ceritanya setelah sekian lama petugas kerajaan ini menghilang secara gaib, tak diketahui kemana perginya. Sedangkan warik yang ditinggalkannya beranak pinak dan menjadi penghuni pulau kambang. Para orang tua dahulu ketika mengunjungi pulang kambang masih bisa melihat si Anggur yang memang berbeda dari warik biasa.

Keberadaan warik-warik ini telah menjadikan pulau kambang semakin menarik untuk dikunjungi. Berdasarkan hasil pengamatan yang pernah dilakukan oleh mereka yang perhatian terhadap keberadaan warik di pulau kambang ini diketahui ada dua kumpulan kera yang keluar dari persembunyiannya secara bergantian. Rombongan warik pertama yang keluar sekitar pukul 05.00 s.d. l3.00 dan setelah itu disambung oleh kumpulan warik sip kedua yang berada di tengah pengunjung pulau kambang. Kalau rombongan sip pertama tidak menaati ketentuan dengan pengertian melewati batas waktu operasional, maka ia akan diburu oleh rombongan warik lainnya. Tepatnya waktu itu mungkin hanya sesama warik yang tahu.

Begitulah asal muasal pulau Kambang beserta warik penghuninya. Tentang kebenarannya terpulang kepada Yang Maha Esa. Bahwa Pulau Kambang dan warik itu memang nyata dikelilingi sungai sekitarnya, tak perlu mempersoalkan keberadaannya. Tapi jangan lupa untuk mengunjunginya sebagai tempat wisata bila anda jalan-jalan ke Banjarmasin.


Thursday 14 November 2013

Sejarah Kota Banjarmasin

SEJARAH KOTA BANJARMASIN

Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Selatan diperkirakan dimulai ketika berdiri Kerajaan Tanjung Puri sekitar abad 5-6 Masehi. Kerajaan ini letaknya cukup strategis yaitu di Kaki Pegunungan Meratus dan di tepi sungai besar sehingga di kemudian hari menjadi bandar yang cukup maju. Kerajaan Tanjung Puri bisa juga disebut Kerajaan Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai wadah pertama hibridasi, yaitu percampuran antarsuku dengan segala komponennya. Setelah itu berdiri kerajaan Negara Dipa yang dibangun perantau dari Jawa.

Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan Dipa ini. Untuk menyelamatkan, dinasti baru pimpinan Maharaja Sari Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari kehancuran total, bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama Negara Daha dengan raja sebagai pemimpin utama. Negara Daha pada akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara, selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara tersebut.

Pemimpin utama para patih bernama MASIH. Sementara tempat tinggal para MASIH dinamakan BANDARMASIH. Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih MASIH tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN, yaitu yang berasal dari kata BANDARMASIH.
Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. Sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan keraton Banjar tahun 1612 oleh para raja Banjarmasin saat itu panembahan Marhum, pusat kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang sekarang dikenal dengan kota Martapura.
Awal abad 19, Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu Alexander Hare. Namun kekuasaanya tidak lama, karena Belanda kembali.
Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagah berani. Ia wafat pada 11 Oktober 1862, kemudian anak cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai lanjutan Kerajaan Banjarmasin, yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda Melayu Marsose, sedangkan Sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya gugur dalam pertempuran. Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.
Daerah ini dibagi menjadi sejumlah afdeling, yaitu Banjarmasin, Amuntai dan Martapura. Selanjutnya berdasarkan pembagian organik dari Indisch Staatsblad tahun 1913, Kalimantan Selatan dibagi menjadi dua afdeling, yaitu Banjarmasin dan Hulu Sungai. Tahun 1938 juga dibentuk Gouverment Borneo dengan ibukota Banjarmasin dan Gubernur Pertama dr. Haga.
Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan di Kalimanatn Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalamai penataaan. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956.
Berdasarkan UU No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalimantan Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan UU No.27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya. Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan UU No.27 Tahun 1959.
UJUNG Pulau Alalak pada suatu masa pernah menjadi medan pertumpahan darah yang memakan banyak korban. Kampung Alalak adalah salah satu kampung kuno di Banjarmasin. Pernah dikenal dengan nama Alalak Besar, pemekaran administrasi pemerintahan daerah pada masa kini membuat Alalak terbagi lagi menjadi Alalak Utara, Alalak Selatan dan Alalak Tengah yang termasuk wilayah Kota Banjarmasin. Sementara Alalak Pulau termasuk wilayah Kabupaten Barito Kuala.
Alalak berbatasan dengan Kampung Kuin di Banjarmasin dan Barangas, kampung tua lainnya di wilayah Kabupaten Barito Kuala. Orang Kuin, Alalak, Barangas, Balandean, Sarapat, Tamban, Lupak, Tabunganen, Aluh-aluh adalah warga suku Banjar, Kalimantan Selatan yang akrab dengan pola  kehidupan sungai. Sungai Barito dan Sungai Martapura sejak lama membentuk masyarakatnya hingga melahirkan kebudayaan sungai.
“Cerita orang-orang tua dulu di ujung Pulau Alalak terjadi perang besar antara Pangeran Samudera dengan Pangeran Tumenggung,” kata Ali Djamali, Ketua RT 13, RW 01, Kelurahan Alalak Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Menurut dia, ujung Pulau Alalak hanyalah salah satu tempat pertemuan pasukan Pangeran Samudera dan Pangeran Tumenggung, penguasa Negara Daha. Tempat pertarungan pasukan Pangeran Samudera lainnya saat menghadapi gempuran pasukan Pangeran Tumenggung adalah sebuah tempat di Balandean yang bernama Rambai Habang.
“Disebut Rambai Habang karena sungainya penuh darah sampai-sampai pohon rambainya berwarna merah (habang). Rambai Habang di Balandean adalah tempat penghadangan pasukan Pangeran Samudera,” ungkap Ali.
Pertempuran antara Pangeran Samudera dengan Pangeran Tumenggung sesungguhnya adalah perang saudara antar bangsawan Negara Daha sepeninggal Maharaja Sukarama, penguasa kraton Negara Daha. Raden Samudera yang merupakan pewaris sah kerajaan Negara Daha, sesuai amanat sang kakek Maharaja Sukarama, kemudian terusir dari istana menjadi putra mahkota terbuang. Tampuk kekuasaan Negara Daha dikuasai oleh Pangeran Mangkubumi, putra Maharaja Sukarama. Pangeran Mangkubumi kemudian terbunuh, tahta pun diduduki saudaranya, Pangeran Tumenggung.
Atas nasihat Mangkubumi Arya Taranggana, Raden Samudera melarikan diri dari istana dan hidup menyamar sebagai nelayan di Muara Bahan, Balandean, Sarapat dan Kuin. Oleh Patih Masih, nelayan sebatang kara itu diangkat sebagai anak. Setelah mengetahui jati diri Samudera adalah bangsawan sekaligus pewaris sah tahta Negara Daha, maka Patih Masih dengan  didukung Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung dan Patih Kuin bersepakat mengangkat Samudera sebagai raja di Banjar. Rumah Patih Masih di Kuin menjadi istana sang pangeran dari Negara Daha itu.
Pertempuran kedua pangeran tak berkesudahan. Patih Masih mengusulkan kepada Pangeran Samudera minta bantuan kepada Sultan Demak. Bantuan --dengan syarat Pangeran Samudera dan rakyat Banjar bersedia memeluk Islam jika memenangkan pertempuran-- bala tentara akhirnya dikirimkan oleh kesultanan Demak. Medan pertempuran berlanjut di Rantauwan Sangyang Gantung sampai Negara Daha. Tak ada yang kalah dan yang menang, kedua pihak memutuskan duel di atas perahu antara Pangeran Samudera dan Pangeran Tumunggung.
Amir Hasan Kiai Bondan melukiskan suasana pertempuran terakhir yang genting itu dengan ucapan Pangeran Samudera kepada Pangeran Tumenggung, “Sodok ja badahulu! (tikam saja duluan).” Tiba-tiba, Pangeran Tumenggung memeluk dan mencium sambil menangis kepada Pangeran Samudera. Kepada anak saudaranya itu, Pangeran Tumenggung juga meminta maaf atas semua kesalahannya dan mengakui Pangeran Samudera sebagai raja yang sah. Peristiwa yang menentukan ini, menurut sejarahwan Idwar Saleh, terjadi pada 24 September 1526. Catatan ini pula kemudian yang dijadikan sebagai hari lahirnya Kota Banjarmasin. Pangeran Samudera kemudian menjadi penguasa pertama dinasti kerajaan Banjar Islam dengan gelar Sultan Suriansyah atau Panembahan Batu Habang
Banjarmasih adalah nama kampung yang dihuni suku Melayu. Kampung ini terletak di bagian utara muara sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil, yaitu sungai Sipandai, sungai Sigaling, sungai Keramat, sungai Jagabaya dan sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Kata banjar berasal dari bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai. Banjarmasih berarti kampung orang-orang Melayu, sebutan dari dari orang Ngaju (suku Barangas) yang menghuni kampung-kampung sekitarnya.
Penduduk Banjarmasih dikenal sebagai Oloh Masih yang artinya orang Melayu, sebutan oleh Oloh Ngaju (oloh = orang, ngaju = hulu) tersebut. Pemimpin masyarakat Oloh Masih disebut Patih Masih yang nama sebenarnya tidak diketahui. Menurut Hikayat Banjar, ketika menjadi ibukota kerajaan (1520), Banjarmasin memiliki pelabuhan perdagangan yang disebut Bandar yang letaknya di tepi sungai Martapura di sebelah hulu dari muara sungai Kelayan.
Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Banjarmasih dengan raja pertama Raden Samudera, seorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh pamannya Pangeran Tumenggung yang menjadi raja Kerajaan Negara Daha sebuah kerajaan Hindu di pedalamam (Hulu Sungai). Kebencian Pangeran Tumenggung terjadi ketika Maharaja Sukarama masih hidup berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang kelak menggantikannya sebagai raja. Raden Samudera sendiri adalah putra dari Puteri Galuh Intan Sari, anak perempuan Maharaja Sukarama. Atas bantuan Arya Taranggana, mangkubumi negara Daha, Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir sungai Barito yang kala itu terdapat beberapa kampung diantaranya kampung Banjarmasih.
Patih Masih dan para patih (kepala kampung) sepakat menjemput Raden Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean dan setelah berhasil merebut Bandar Muara Bahan di daerah Bakumpai, yaitu bandar perdagangan negara Daha dan memindahkan pusat perdagangan ke Banjarmasih beserta para penduduk dan pedagang, kemudian menobatkan Raden Samudera menjadi raja dengan gelar Pangeran Samudera. Hal ini menyebabkan peperangan dan terjadi penarikan garis demarkasi dan blokade ekonomi dari pantai terhadap pedalaman. Pangeran Samudera mencari bantuan militer ke berbagai wilayah pesisir Kalimantan, yaitu Kintap, Satui, Swarangan, Asam Asam, Laut Pulo, Pamukan, Pasir, Kutai, Berau, Karasikan, Biaju, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kota Waringin, Sukadana, Lawai dan Sambas. Hal ini untuk menghadapi Kerajaan Negara Daha yang secara militer lebih kuat dan penduduknya kala itu lebih padat. Bantuan yang lebih penting adalah bantuan militer dari Kesultanan Demak yang hanya diberikan kalau raja dan penduduk memeluk Islam. Kesultanan Demak dan dewan Walisanga kala itu sedang mempersiapkan aliansi strategis untuk menghadapi kekuatan kolonial Portugis yang memasuki kepulauan Nusantara dan sudah menguasai Kesultanan Malaka.
Sultan Trenggono mengirim seribu pasukan dan seorang penghulu Islam, yaitu Khatib Dayan yang akan mengislamkan raja Banjarmasih dan rakyatnya. Pasukan Pangeran Samudera berhasil menembus pertahanan musuh. Mangkubumi Arya Taranggana menyarankan rajanya daripada rakyat kedua belah pihak banyak yang menjadi korban, lebih baik kemenangan dipercepat dengan perang tanding antara kedua raja. Tetapi pada akhirnya Pangeran Tumenggung akhirnya bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera.
Dengan kemenangan Pangeran Samudera dan diangkutnya rakyat negara Daha (orang Hulu Sungai) dan penduduk Bandar Muara Bahan (orang Bakumpai) maka muncullah kota baru, yaitu Banjarmasih yang sebelumnya hanya sebuah desa yang berpenduduk sedikit. Pada 24 September 1526 bertepatan tanggal 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah (1526-1550). Rumah Patih Masih dijadikan keraton, juga dibangun paseban, pagungan, sitilohor (sitihinggil), benteng, pasar dan masjid (Masjid Sultan Suriansyah). Muara sungai Kuin ditutupi cerucuk (trucuk) dari pohon ilayung untuk melindungi keraton dari serangan musuh. Di dekat muara sungai Kuin terdapat rumah syahbandar, yaitu Goja Babouw Ratna Diraja seorang Gujarat.
Kerajaan Banjarmasih berkembang pesat, Sultan Suriansyah digantikan anaknya Sultan Rahmatullah 1550-1570, selanjutnya Sultan Hidayatullah 1570-1620 dan Sultan Musta'inbillah 1520-1620. Untuk memperkuat pertahanan terhadap musuh, Sultan Mustainbillah mengundang Sorang, yaitu panglima perang suku Dayak Ngaju beserta sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton. Seorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan, kemunkinan dia masih kerabat dari isteri Sultan, yaitu Nyai Siti Diang Lawai yang berasal dari kalangan suku Dayak. Tahun 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten. Hal ini dibalas ketika ekspedisi Belanda yang dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin tanggal 7 Juli 1607.
Pada tahun 1612, armada Belanda tiba di Banjarmasih untuk membalas atas ekspedisi tahun 1607. Armada ini menyerang Banjarmasih dari arah pulau Kembang dan menembaki Kuin ibukota Kesultanan Banjar sehingga Banjar Lama atau kampung Keraton dan sekitarnya hancur, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura. Walaupun ibukota kerajaan telah dipindahkan tetapi aktivitas perdagangan di pelabuhan Banjarmasih tetap ramai. Menurut berita dinasti Ming tahun 1618 menyebutkan bahwa terdapat rumah-rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah Lanting (rumah rakit) hampir sama dengan apa yang dikatakan Valentijn. Di Banjarmasin banyak sekali rumah dan sebagian besar mempunyai dinding terbuat dari bambu (bahasa Banjar: pelupuh) dan sebagian dari kayu. Rumah-rumah itu besar sekali, dapat memuat 100 orang, yang terbagi atas kamar-kamar. Rumah besar ini dihuni oleh satu keluarga dan berdiri di atas tiang yang tinggi. Menurut Willy, kota Tatas (Banjarmasin) terdiri dari 300 buah rumah. Bentuk rumah hampir bersamaan dan antara rumah satu dengan lainnya yang dihubungkan dengan titian. Alat angkutan utama pada masa itu adalah jukung atau perahu.
Selain rumah-rumah panjang di pinggir sungai terdapat lagi rumah-rumah rakit yang diikat dengan tali rotan pada pohon besar di sepanjang tepi sungai. Kota Tatas merupakan sebuah wilayah yang dikelilingi sungai Barito, sungai Kuin dan Sungai Martapura seolah-olah membentuk sebuah pulau sehingga dinamakan pulau Tatas. Di utara Pulau Tatas adalah Banjar Lama (Kuin) bekas ibukota pertama Kesultanan Banjar, wilayah ini tetap menjadi wilayah Kesultanan Banjar hingga digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860. Sedangkan pulau Tatas dengan Benteng Tatas (Fort Tatas) menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang sekarang menjadi pusat kota Banjarmasin saat ini. Nama Banjarmasih, oleh Belanda lama kelamaan diubah menjadi Banjarmasin. Kota Banjarmasin modern mencakup pulau Tatas, Kuin dan daerah sekitarnya.
Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal 11 Juni 1860, merupakan wilayah terakhir di Kalimantan yang masuk ke dalam Hindia Belanda, tetapi perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada 24 Januari 1905. Kedudukan golongan bangsawan Banjar sesudah tahun 1864, sebagian besar hijrah ke wilayah Barito mengikuti Pangeran Antasari, sebagian lari ke rimba-rimba, antara lain hutan Pulau Kadap Cinta Puri, sebagian kecil dengan anak dan isteri dibuang ke Betawi, Bogor, Cianjur dan Surabaya, sebagian mati atau dihukum gantung. Sementara sebagian kecil menetap dan bekerja dengan Belanda mendapat ganti rugi tanah, tetapi jumlah ini amat sedikit.
Pada tahun 1898 Belanda kemudian mengangkat seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin, yaitu C.A. Kroesen dengan dibantu oleh:
Sekretaris: E.J. Gerrits, Commies (komis): G.J. Mallien,
Commies (komis) ke-2: F.N. Messchaert, Landmeter en rooi meester: G.J. Beaupain
Sedangkan dalam Afdeeling Banjarmasin, struktur kepemimpinannya adalah:
Asisten Residen: E.B. Masthoff, Kepala polisi: C.W.H. Born, Ronggo: Kiahi Mas Djaja Samoedra
Luitenants der Chinezen: The Sin Yoe dan Ang Lim Thay, Kapitein der Arabieren: Said Hasan bin Idroes Al Habesi
Setiap kampung Belanda dipimpin Wijkmeester, seperti:
Kampung Litt. A oleh G.J. Mallien
Kampung Litt. B oleh R.R. Hennemann
Kampung Litt. C oleh K.F. Pereira
Kampung Litt. D oleh G. Weidema
Kampung Litt. E oleh H.G.A. Henevelt
Ekspansi modal dan teritorial setelah tahun 1870 diikuti dengan imigrasi intelek Belanda dan pengusaha hingga muncullah "enclave masyarakat bule" sebagai pusat kebudayaan Barat di tengah masyarakat Banjar yang muslim dan tradisional. Masyarakat kolonial yang pluralistik dengan ciri adanya pemisahan warna kulit antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai, adanya sub ordinasi politik serta ketergantungan ekonomi dan ekslusivisme setiap golongan hidup terpisah dan merasa lebih unggul dari yang lainnya. Dengan bertambah penduduk kulit putih yang berkuasa politis dan ekonomi atas suatu kota, timbullah hasrat untuk mengatur urusan sendiri lebih bebas dari ketentuan pemerintah kolonial.
Masyarakat kulit putih diberi keleluasan untuk mengatur kepentingan kelompok mereka melalui sebuah Dewan Gemeente. Masyarakat Eropa ini akhirnya berhasil membentuk pemerintahan Eropa untuk orang Eropa, adanya seorang Burgemeester kota di samping Residen yang sudah ada di dalam Karesidenan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo. Stijl hidup Barat pun ikut terbawa. Bahasa Belanda menjadi bahasa golongan yang terpelajar dan lapisan atas. Perkembangan modernisasi kota Banjarmasin dengan pusat-pusat perkantoran, bank, firma-firma Belanda, gereja, jalanan kampung Belanda, pasar, alun-alun, sungai dengan jembatan ringkap. Tumbuhnya kebudayaan Barat di dalam tubuh kebudayaan Banjar yang tradisional dengan kontak yang saling memengaruhi dan memberikan stimulans, akulturasi dan enkulturasi.
Di lingkungan priyayi baru, kelompok kiai dan pegawai pemerintah bumiputera yang mendapat didikan Belanda merasa status sosialnya lebih tinggi dari pada masyarakat biasa. Pakaian barat dan bahasa Belanda menjadi ciri khas orang berpendidikan. Dalam masyarakat tradisional, tuan guru yaitu para ulama sangat dihormati karena kharisma dan pengetahuan agamanya. Naik haji merupakan keinginan yang kuat karena status haji dapat mengubah status sosial dan pandangan umum, ditambah lagi dengan kombinasi pengetahuan agama dan kekayaan yang dimiliki dari perdagangan dan pertanian. Lambat laun difusi budaya modern mendesak yang tradisional, misalnya bentuk dan jenis pakaian mulai berubah baik pada pria maupun wanita, pemakaian gramofoon dengan lagu klasik dan kroncong, film bisu, sandiwara, tonil dan radio menggeser gamelan Banjar, tari topeng, Wayang Kulit Banjar dan Wayang Gung.
Penghibahan otonomi yang pertama kepada masyarakat kulit putih di Banjarmasin tercantum dalam Lembaran Negara Hindia Belanda tahun 1919 nomor 252, tertanggal 1 Juli 1919. Gemeente Raad Banjarmasin beranggotakan 13 orang, yaitu 7 orang Eropa, 4 bumiputera dan 2 Timur Asing.
Dewan ini diketuai: P.J.F.D. Van De Riveira (Asisten Residen Afdeeling Banjarmasin), dengan anggota:
Pangeran Ali, Amir Hasan Bondan, B.J.F.E. Broers, A.H. Dewald, H.M.G. Dikshoorn, Mr. L.C.A. Van Eldick Theime, Hairul Ali, H.H. Gozen, Lie Yauw Pek, Mohammad Lelang , J. Stofkoper, Tjie San Tjong, J.C. Vergouwen dan Sekretaris: G. Vogel

Walaupun pada kulitnya pembentukan Gemeente Banjarmasin dan Gemeente Raad menyangkut segi politik semua golongan masyarakat Banjarmasin, dalam pelaksanaan selanjutnya meliputi segi-segi kepentingan golongan kulit putih semata, kepentingan pemnerintah dan pengusaha Belanda, pendidikan anak-anak kulit putih, rekreasi kulit putih, kebersihan kota, penerangan, air minum dan sebagainya seperti terlihat pada jalanan kampung Belanda (Resident de Haanweg).
 
Selanjutnya tahun 1938, Kalimantan menjadi gouvernorment Borneo yang terdiri dari Karesidenan Borneo Barat dan Karesidenan Selatan serta Timur Borneo yang beribukota di Banjarmasin dengan Gubernur A. Haga. Gemeente Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin. Sejak adanya Provincial Raad (Banjar Raad) mulai Agustus 1938, wakil Kalimantan dalam Volksraad adalah Pangeran Muhammad Ali, selanjutnya digantikan oleh anaknya, yaitu Ir. Pangeran Muhammad Noor (1935-1938), kemudian digantikan Mr. Tajuddin Noor (1938-1942).

Masuknya Jepang dari Kalimantan Timur ke wilayah Kalimantan Selatan tanggal 6 Februari 1942 di Bongkang. Tanggal 8 Februari 1942, tiga buah kapal KPM masuk Banjarmasin untuk evakuasi massa Belanda ke pulau Jawa. Pada saat kapal terakhir berangkat, Algemene Vernielings Corps (AVC), yaitu korps perusak melaksanakan tugas bumi hangus agar fasiltas yang ada tidak digunakan oleh Jepang,
Banjarmasin bergetar oleh ledakan dinamit yang keras. Gubernur A. Haga dan pejabat terasnya lari ke Kuala Kapuas, selanjutnya ke Puruk Cahu dalam rencana perang gerilya untuk kelak merebut Banjarmasin kembali yang sudah tentu tidak mungkin didukung oleh rakyat jajahan. Apa yang tertinggal dari kebanggaan Kompeni tidak ada lagi. Kerusuhan menjalar, terjadi penjarahan terhadap gudang-gudang firma dan rumah Belanda, pertokoan dan Grand Hotel. Pasar Baru terbakar pada malam harinya.

Dengan persetujuan wali kota H. Mulder, orang-orang Indonesia membentuk pemerintahan Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC), diketuai Mr. Roesbandi. Tanggal 10 Februari 1942, wali kota Banjarmasin H. Mulder, Ruitenberg (Kepala Polisi) dan Muelmans menjalani hukuman tembak oleh bala tentara Jepang di tepi Jembatan Coen yang telah diputus AVC, mayatnya dibuang ke sungai Martapura. Disusul 3 orang Belanda dan 3 Tionghoa dipancung juga. Di Telawang, Luth (konteler Tanjung), inspektur Labrijn, Balk (konteler Pleihari) dan H.J. Honning (pegawai rubberisteriksi) dipancung dan mayatnya dibiarkan bergelimpangan untuk menakuti rakyat. Pada tanggal 12 Februari 1942, Jepang mengeluarkan maklumat, Banjarmasin dan daerahnya dibawah PPC. Para Kiai (kepala distrik) diangkat kembali ke posnya masing-masing.

Tanggal 17 Maret 1942, Jepang membawa Kapten van Epen kembali ke Puruk Cahu untuk melucuti dan melakukan penyerahan diri pihak militer dan pemerintahan sipil Belanda. Tanggal 18 Maret 1942, Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma diangkat sebagai Ridzie membawahi daerah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito serta wakil Ridzie ditunjuk dr. Sosodoro Djatikoesoemo, sedangkan Wakil Ketua "Gemeente Banjarmasin" yang disebut Haminta adalah Mr. Roesbandi. Para tawanan orang Belanda yang dijemput dari Puruk Cahu dimasukan ke barak Benteng Tatas, wanita dan anak-anak ditahan di bekas rumah opsir menghadap Ringweg (Jl. Loji). Semua terjadi bawah tontonan rakyat yang menghinanya. Masyarakat kelas atas yang tadinya memerintah diperlakukan sebagai paria oleh Jepang. Hidup dalam kamp konsentrasi dengan penderitaan dan kekurangan makanan. Dalam tawanan Dr. A. Haga sempat membuat rencana-rencana untuk pemulihan kekuasaan, tetapi akhirnya ketahuan Jepang.

Pada bulan Mei 1942, semua pihak yang tersangkut sebanyak lebih dari 200 orang ditangkap dan akhirnya dibunuh Jepang diantaranya dr. Soesilo dan Santiago Pareira. Segala lapangan kehidupan masyarakat pada masa itu diawasi dengan ketat oleh Kempetai. Menjelang akhir kekuasaan Jepang, banyak romusha berupa manusia berkerangka berbalut kulit penuh koreng, para gadis belia asal Jawa maupun Kalimantan Selatan sendiri yang dijadikan jugun ianfu seperti yang dialami Mardiyem (Momoye) dan Soetarbini (Miniko) yang didatangkan dari Yogyakarta ke Banjarmasin ketika berusia 13 tahun dipaksa dalam perbudakan seks. Sampai di ian jo Telawang mereka tempatkan dalam kamar-kamar yang bertuliskan nama-nama dalam bahasa Jepang, sepanjang hari melayani kebutuhan seks para militer dan sipir Jepang. Penderitaan Mardiyem selaku saksi hidup peristiwa tersebut telah dibukukan dalam Momoye Mereka Memanggilku. Di Banjarmasin sedikitnya terdapat 3 buah ian jo (asrama jugun ianfu).

Asal usul Kota Banjarmasin

Asal Usul Kota Banjarmasin

Pada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan bernama Nagara Daha. Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Konon, Sekar Sungsang seorang penganut Syiwa. la mendirikan candi dan lingga terbesar di Kalimantan Selatan. Candi yang didirikan itu bernama Candi Laras. Pengganti Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa pemerintahannya, pergolakan berlangsung terus-menerus. Walaupun Maharaja Sukarama mengamanatkan agar cucunya, Pangeran Samudera, kelak menggantikan tahta, Pangeran Mangkubumi-lah yang naik takhta.

Kerajaan tidak hentinya mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan. Konon, siapa pun menduduki takhta akan merasa tidak aman dari rongrongan. Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam suatu usaha perebutan kekuasaan. Sejak itu, Pangeran Tumenggung menjadi penguasa kerajaan.

Pewaris kerajaan yang sah, Pangeran Samudera, pasti tidak aman jika tetap tinggal dalam Lingkungan kerajaan. Atas bantuan patih Kerajaan Nagara Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah sepi di sekitar muara Sungai Barito. Dari Muara Bahan, bandar utama Nagara Daha, mengikuti aliran sungai hingga ke muara Sungai Barito, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau berderet-deret melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung itu adalah Balandean, Sarapat, Muhur, Tamban, Kuin, Balitung, dan Banjar.

Di antara kampung-kampung itu, Banjar-lah yang paling bagus letaknya. Kampung Banjar dibentuk oleh lima aliran sungai yang muaranya bertemu di Sungai Kuin.

Karena letaknya yang bagus, kampung Banjar kemudian berkembang menjadi bandar, kota perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai negeri. Bandar itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut Patih Masih. Bandar itu juga dikenal dengan nama Bandar Masih.

Patih Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha yang sah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di tempat persembunyiannya untuk dinobatkan menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja Sukarama.

Dengan diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja dan Bandar Masih sebagai pusat kerajaan sekaligus bandar perdagangan, semakin terdesaklah kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih tidak mengakuinya lagi sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak rela menyerahkan upeti kepada Pangeran Tumenggung di Nagara Daha.

Pangeran Tumenggung tidak tinggal diam menghadapi keadaan itu. Tentara dan armada diturunkannya ke Sungai Barito sehingga terjadilah pertempuran besar-besaran. Peperangan berlanjut terus, belum ada kepastian pihak mana yang menang. Patih menyarankan kepada Pangeran Samudera agar minta bantuan ke Demak. Konon menurut Patih Masih, saat itu Demak menjadi penakluk kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa dan menjadi kerajaan terkuat setelah Majapahit.

Pangeran Samudera pun mengirim Patih Balit ke Demak. Demak setuju nnemberikan bantuan, asalkan Pangeran Samudera setuju dengan syarat yang mereka ajukan, yaitu mau memeluk agama Islam. Pangeran Samudera bersedia menerima syarat itu. Kemudian, sebuah armada besar pun pergi menyerang pusat Kerajaan Nagara Daha. Armada besar itu terdiri atas tentara Demak dan sekutunya dari seluruh Kalimantan, yang membantu Pangeran Samudera dan para patih pendukungnya. Kontak senjata pertama terjadi di Sangiang Gantung. Pangeran Tumenggung berhasil dipukul mundur dan bertahan di muara Sungai Amandit dan Alai. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Panji-panji Pangeran Samudera, Tatunggul Wulung Wanara Putih, semakin banyak berkibar di tempat-tempat taklukannya.

Hati Arya Terenggana, Patih Nagara Dipa, sedih melihat demikian banyak korban rakyat jelata dari kedua belah pihak. Ia mengusulkan kepada Pangeran Tumenggung suatu cara untuk mempercepat selesainya peperangan, yakni melalui perang tanding atau duel antara kedua raja yang bertikai. Cara itu diusulkan untuk menghindari semakin banyaknya korban di kedua belah pihak. Pihak yang kalah harus mengakui kedaulatan pihak yang menang. Usul Arya Terenggana ini diterima kedua belah pihak.

Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan. Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua, belah pihak. Kedua pangeran itu memakai pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai atau telabang.

Mereka saling berhadapan di Sungai Parit Basar. Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya ingin membunuh Pangeran Samudera. Sebaliknya, Pangeran Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya. Pangeran Samudera mempersilakan pamannya untuk membunuhnya. Ia rela mati di tangan orang tua yang pada dasarnya tetap diakui sebagai pamannya.

Akhirnya, luluh juga hati Pangeran Tumenggung. Kesadarannya muncul. la mampu menatap Pangeran Samudera bukan sebagai musuh, tetapi sebagai keponakannya yang di dalam tubuhnya mengalir darahnya sendiri. Pangeran Tumenggung melemparkan senjatanya. Kemudian, Pangeran Samudera dipeluk. Mereka bertangis-tangisan.

Dengan hati tulus, Pangeran Tumenggung menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi, Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan sebab bandar itu lebih dekat dengan muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Bandar Masih atau Banjar Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah kosong.

Sebagai seorang raja yang beragama Islam, Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24 September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar Masih.

Karena setiap kemarau landang (panjang) air menjadi masin (asin), lama-kelamaan nama Bandar Masih atau Banjar Masih menjadi Banjarmasin.

Akhirnya, Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II Banjarmasin.

Setiap tanggal 24 September Wali Kota Madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran Tumenggung. Sultan Suriansyah adalah sultan atau raja Banjar pertama yang beragama Islam.
 



Sumber : Cerita Rakyat Banjar

Wednesday 13 November 2013

Seputar Banjarmasin

Sedikit tentang kota kita, Banjarmasin.

Kota Banjarmasin (Latin: Bandiermasinensis) adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kota Banjarmasin merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sebagai Kota Pusat Pemerintahan (Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan) serta sebagai pintu gerbang nasional dan kota-kota pusat kegiatan ekonomi nasional. Juga merupakan kota penting di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis.

Kota yang terpadat di Kalimantan ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang terkecil di Kalimantan, yakni luasnya lebih kecil daripada Jakarta Barat. Kota yang dijuluki kota seribu sungai ini merupakan sebuah kota delta atau kota kepulauan sebab terdiri dari sedikitnya 25 buah pulau kecil (delta) yang merupakan bagian-bagian kota yang dipisahkan oleh sungai-sungai diantaranya pulau Tatas, pulau Kelayan, pulau Rantauan Keliling, pulau Insan dan lain-lain. Kita sebagai warga Banjarmasin harus bangga karena Kota kita Banjarmasin termasuk dalam 10 ikon kota pusaka di Indonesia, di karenakan keragaman suku dan budaya yang sangat mengental.

Banjarmasin juga terkenal sebagai Kota Niaga dan Pelabuhan

Sejak zaman dulu hingga sekarang Banjarmasin masih menjadi kota niaga dan bandar pelabuhan terpenting di pulau Kalimantan. Pelabuhan kota Banjarmasin adalah bernama pelabuhan Trisakti yang terletak 12,5 mil dari muara sungai Barito. Pelabuhan Trisakti memiliki Terminal Petikemas Banjarmasin (TPKB) yang termasuk 10 besar terminal petikemas di Indonesia. Kota Banjarmasin beserta kota Pekalongan dan Solo ditetapkan sebagai Kota Teladan oleh UN Habitat.

Secara de jure Banjarmasin masih sebagai ibukota Kalimantan Selatan, namun kantor Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan terhitung sejak tanggal 14 Agustus 2011 yang bertepatan dengan Hari jadi Provinsi Kalimantan Selatan ke-61, telah dipindahkan ke kawasan Gunung Upih di kecamatan Cempaka (Banjarbaru) yang berdiri pada lokasi dengan ketinggian 44 meter di atas permukaan laut serta berjarak sekitar 60 km dari kantor lama (pada titik 0 km Banjarmasin di tepi sungai Martapura). Kementerian Pekerjaan Umum menempatkan Banjarmasin sebagai salah satu kota penting dan mempersiapkan Banjarmasin beserta 4 daerah kabupaten/kota yang menjadi satelitnya sebagai salah satu Kawasan Strategis Provinsi yaitu Kawasan Perkotaan Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar(Martapura), Barito Kuala, sedangkan Tanah Laut sebagai calon kota "metropolitan" generasi ketiga yang dinamakan Banjar Bakula.

Secara Etimologi, dalam bahasa Jawa, Banjarmasin berarti taman asin, sedangkan sejarah Jawa Barat mencatat nama Banjarmasin berasal dari keluarga keraton Kerajaan Mahasin di Singapura yang mengungsi ke daerah Banjar karena serangan Sriwijaya kemudian berdirilah Kerajaan Banjar Mahasin, namun nama asli kota Banjarmasin adalah Banjar-Masih, pada tahun 1664 orang Belanda masih menulisnya Banjarmasch atau Banzjarmasch. Kota yang secara historis menjadi ibukota provinsi Kalimantan sampai tahun 1957 ini memiliki Indeks persepsi kenyamanan 52.61 (th. 2009) meningkat menjadi 53.16 (th. 2011) walau masih di bawah rata-rata]. Tahun 1942 Jepang menduduki kota ini, sebelumnya kolonial Belanda, menjadikan Banjarmasin sebagai ibukota Dutch-Borneo dan di bawah kekuasaan Inggris (Alexander Hare) dikenal sebagai British-Borneo.

Secara Geografis Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16 m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kota Banjarmasin berlokasi daerah kuala sungai Martapura yang bermuara pada sisi timur Sungai Barito. Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah Indonesia.

Kota ini terletak di tepian timur sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura yang berhulu di Pegunungan Meratus. Kota Banjarmasin dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan.

Menurut data statistik 2001 dari seluruh luas wilayah Kota Banjarmasin yang kurang lebih 98,46 km² ini dapat dipersentasikan bahwa peruntukan tanah saat sekarang adalah lahan tanah pertanian 3.111,9 ha, perindustrian 278,6 ha, jasa 443,4 ha, pemukiman adalah 3.029,3 ha dan lahan perusahaan seluas 336,8 ha. Perubahan dan perkembangan wilayah terus terjadi seiring dengan pertambahan kepadatan penduduk dan kemajuan tingkat pendidikan serta penguasaan ilmu pengetahuan teknologi.

Sedangkan untuk batas-batas wilayah Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut:

Utara        Sungai Alalak (seberangnya kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala)
Selatan     Kabupaten Banjar (kecamatan Tatah Makmur)
Barat        Sungai Barito (seberangnya kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala)
Timur        Kabupaten Banjar (kecamatan Sungai Tabuk dan Kertak Hanyar)

Kita sebagai warga Kota Banjarmasin juga memiliki berbagai objek wisata, baik wisata alam, wisata sejarah, wisata kuliner, maupun wisata pendidikan, diantaranya adalah :

  • Festival Budaya Pasar Terapung
  • Masjid Sultan Suriansyah
  • Komplek Makam Sultan Suriansyah
  • Komplek Makam Pangeran Antasari
  • Museum Wasaka
  • Kubah Surgi Mufti
  • Pasar Terapung Muara Kuin
  • Taman Agro Wisata PKK Banjar Bungas
  • Kawasan industri kayu rakyat di Kelurahan Alalak Selatan-Tengah
  • Serta beberapa bangunan mesjid yang konon juga mengandung nilai-nilai sejarah.
  • Seperti Mesjid Raya Sabilal Muhtadin, Mesjid Jami, dan lain-lain.

Sejarah singkat Kota Banjarmasin

Kawasan Banjarmasin awalnya sebuah perkampungan bernama "Banjarmasih" (terletak di Bagian utara Banjarmasin). Tahun 1606 pertama kali VOC-Belanda mengunjungi Banjarmasin, saat itu masih terletak di muara sungai Kuin. Kota-kota yang terkenal di pulau Kalimantan pada awal abad ke-18 adalah Borneo (Brunei City), Ноrmata (Karimata), Marudo, Bendamarfin (Banjarmasin), dan Lava (Lawai).  Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin bagian Barat) yang menjadi pusat Banjarmasin semenjak saat itu hingga ditinggalkan Belanda tahun 1809. Tahun 1810 Inggris menduduki Banjarmasin[135] dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah Banjar Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian Timur masih tetap menjadi daerah pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar dengan pusat pemerintahan di keraton Martapura (istana kenegaraan) hingga diserahkan pada tanggal 14 Mei 1826. Tahun 1835, misionaris mulai beroperasi di Banjarmasin. Tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibukota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Saat itu rumah Residen terletak di Kampung Amerong berhadap-hadapan dengan Istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa yang dipisahkan oleh sungai Martapura. Pulau Tatas yang menjadi daerah hunian orang Belanda dinamakan kotta-blanda. Ditetapkan dalam Staatblaad tahun 1898 no. 178, kota ini merupakan Onderafdeeling Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya). Tahun 1918, Banjarmasin, ibukota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad. Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing. Pada tahun 1936 ditetapkan Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost (Stbld. 1936/68). Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur menjadi daerah Karesidenan dan sebagai Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost yang pusat pemerintahannya adalah Banjarmasin. Tahun 1937, otonomi kota Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibukota Gouvernement Borneo. Tanggal 16 Februari 1942, Jepang menduduki Banjarmasin,  kemudian dibentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo & kawasan Timur di bawah Angkatan Laut Jepang. Tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin. Tanggal 1 Juli 1946 H. J. van Mook menerima daerah Borneo en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun rencana pemerintahan federal melalui Konferensi Malino (16-22 Juli 1966) dan Konferensi Denpasar (7-24 Desember 1946) yang memutuskan pembentukan 4 negara bagian yaitu Jawa, Sumatera, Borneo (Netherlands Borneo) dan Timur Besar (Negara Indonesia Timur), namun pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat Banjarmasin. Tahun 1946 Banjarmasin sebagai ibukota Daerah Banjar satuan kenegaraan sebagai daerah bagian dari Republik Indonesia Serikat. Kotapradja Banjarmasin termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumahtangga Kotapradja Banjarmasin dalam daerahnya sendiri.